Tarik menarik pola
sentralisasi dan desentralisasi sebagai dua prinsip dasar dalam pengaturan
hubungan pusat dan daerah mampu membuka peluang terjadinya disitegrasi. Kuatnya
tarik menarik daerah untuk desentralisasi tidak semata-mata dikarenakan kuatnya
solidaritas kedaerahan. Hal ini ternyata akibat kecenderungan over sentralisasi
dan politik penyeragaman yang sangat keras yang dilakukan oleh Pemerintah Orde
Baru. Kerangka pengaturan politik selama 32 tahun telah memaksa penyerapan
energy politik dan ekonomi ke Jakarta.
Jika kita memperhatikan beberapa pergolakan dan pemberontakan yang
terjadi di tanah air maka terlihat adanya beberapa kesamaan, antara lain adanya
keterlibatan sejumlah perwira militer yang memiliki pengaruh kuat dan berasal
dari daerah yang bergolak tersebut. Oleh karena itu Angkatan Bersenjata selalu
melakukan alih tugas dengan maksud untuk mengurangi pengaruh mereka di
daerah-daerah.
Disamping itu terlihat pula politisi lokal yang berakar dan menjadi
panutan masyarakat. Sejak dini pemerintah pusat berupaya untuk membatasi
pengaruh mereka di daerah. Rezim orde baru menempuh dua cara yaitu :
1. Politik pengasingan, yang dilakukan melalui promoso jabatan yang lebih
tinggi tetapi tidak menguntungkan yang bersangkutan secara politik.
2. Diterapkan penyeragaman mekanisme pengaturan kehidupan politik, sehingga
para pegawai dan politisi yang memiliki potensi yang kuat di daerah harus
mengikuti mekanisme yaitu sebagai birokrasi nasional.
Setelahnya, upaya yang lebih terlembaga dan sistematis yang dilakukan
oleh rezim orde baru adalah menjinakkan daerah-daerah antara lain dengan cara :
1. Pengelolaan pemerintahan yang dilakukan secara terpusat di Jakarta,
sehingga terjadi hiper-sentralisasi. Maksud kebijakn ini tidak lain agar semua
potensi politik daerah mengalir secara cepat ke pusat.
2. Diberlakukannya sistem eselonisasi dalam pengaturan kepegawaian. Sistem
ini menyebabkan adanya penyerapan “social capital” secara vertikal terjadi luar
biasa.
Melalui sistem eselonisasi tenaga terbaik yang memiliki pengaruh di
setiap daerah akan naik ke strata politik yang lebih tinggi dan mencapai
puncaknya di Jakarta. Hal ini dilakukan melalui mekanisme yang sah dan mengcu
pada konstitusi dan mendapat legalisasi dari wakil-wakil rakyat di DPR serta
institusi-institusi demokrasi, misalnya partai politik dan organisasi
kemasyaarakatan.
Untuk menyerap potensi lokal maka pengaturan politik mengikuti logika
yang sama dengan pengaturan pemerintahan. Sistem dan mekanisme kepartaian dan
pemilu, berikut pengaturan berbagai lembaga fungsional dan kemasyarakatan
pemuda, profesi di daerah sepenuhnya mengikuti logika komparatisme Negara.
Lebih jauh pengaturan pemerintahan tersebut masih diperkuat oleh kehadiran
lembaga paralel militer terhadap birokrasi sipil di setiap tingkatan
pemerintahan yang secara penuh menjalankan kepentingan Jakarta yang diberi
makna ideologis sebagai kepentingan nasional.
Struktur dan mekanisme pemerintahan yang diterapkan oleh pemerintah
pusat sudah cukup menjamin energi politik dan ekonomi mengalir ke Jakarta. Akan
tetapi keinginan pemerintah pusat belum juga terpuaskan. Karenanya para pejabat
pemerintahan di Jakarta merasa perlu mengembangakan politik stick and
carrots dan sebuah jaringan mata-mata yang sesuai dengan tuntutan sistem
pemerintahan yang dijalankannnya.
Hal ini dimaksudkan untuk menjamin kepatuhan dan loyalitas terhadap
pemerintah pusat. Kantor-kantor sosial politik yang sepenuhnya berada di bawah
kendali pemerintah pusat dan Angkatan Bersenjata adalah salah satu contoh yang
dapat dikemukakan.
Proses penyerapan energi lokal juga berlangsung di lahan ekonomi.
Beberapa fakta menunjukkan bahwa daerah yang menolak sentralisasi pada umumnya
daerah yang kaya secara ekonomis. Daerah-daerah ini merupakan pusat-pusat
perdagangan yang memiliki sumber daya alam yang melimpah,memberikan inspirasi
kepada pemerintah pusat untuk melakukan langkah-langkah agar daerah senantiasa
tergantung kepada Jakarta.
Hal ini dilakukan dengan mengembangkan model perencanaan pembangunan,
yang mana pemerintah pusat menjadi sentrum ketergantungan (benevolent),
terlihat dari sitem alokasi anggaran yang menempatkan pemerintah seolah-olah
adalah sumber bukan hanya perencanaan tapi sekaligus sumber pembiayaan bagi
daerah-daerah. Sistem pembangunan yang dikembangkan menutup secara total posisi
exploatif pemerintah pusat. Dengan demikian, pemerintah pusat tidak lagi
dinyatakan beban bagi daerah, namun juga sebagai penyelamat daerah.
Kesemuanya ini memang telah berhasil memaksakan kesetiaan dan kepatuhan
daerah-daerah. Akan tetapi arah kesetiaan dan kepatuhan tersebut tidak
berlangsung lama, dimana masa reformasi tuntutan akan otonomi semakin menguat
dan bahkan membuka peluang bagi terjadinya disintegrasi nasional. Untuk
menghindari peluang terjadinya pemberontakan di daerah, maka pemberian otonomi
harus memperhatikan pengalihan kekuasaan secara besar-besaran ke daerah karena
akan mengandung konsekuensi yang cukup serius, sehinggga akan
menimbulkan semangat kedaerahan yang berlebihan.
Selanjutnya pengalihan kewenangan untuk mengelola sumber daya alam harus
didukung oleh teknologi serta penerapan sistem distribusi nasional
yang mampu menjembatani persoalan ketimpangan sumber daya alam
antardaerah. Hal ini dimaksudkan untuk memberi jaminan adanya kepuasan ekonomi
bagi daerah-daerah.
Sekalipun pemberian otonomi daerah merupakan jalan terbaik untuk
memecahkan ketegangan antara pemerintah pusat dan daerah. Akan tetapi dalam
realisasinya masih membuka peluang terjadinya pemberontakan dan penolakan yang
harus diantisipasi sedini mungkin. Untuk mengatasi terjadinya pemberontakan di
daerah, maka pemberian otonomi setidaknya memperhatikan dua hal pokok berikut :
1. Pengalihan kekuasaan secara besar-besaran ke daerah akan mengandung
konsekuensi yang cukup serius, yang mana akan memungkinkan berkembangnya
semangat kedaerahan secara berlebihan. Oleh karena itu, pengembangan
demokratisasi di daerah harus didukung oleh pelunakan isu-isu primordial.
Hak-hak minoritas harus ditegakkan.
2. Pengalihan kewenangan untuk sumber daya alam harus didukung oleh
teknologi serta penerapan sistem distribusi nasional yang mampu menjembatani
petimpangan sumber daya alam. Hal ini dimaksudkan untuk memberi jaminan
kepuasan ekonomi bagi daerah-daerah.
Sekalipun pemberian otonomi daerah merupakan jalan terbaik untuk memecahkan
ketegangan antara pemerintah pusat dan daerah, akan tetapi dalam realisasinya
harus lebih mampu memberi jaminan terhadap keutuhan bangsa, dimana segenap
peluang untuk terjadinya pemberontakan dan penolakan harus diantisipasi sedini
mungkin.
EmoticonEmoticon